Berdasarkan Riset, Pegunungan Mekongga Layak sebagai Kawasan Konservasi
Puskonser (Bogor, 31/01/13)_International Cooperative Biodiversity Group (ICBG) Indonesia menilai
hutan lindung Pegunungan Mekongga di Sulawesi Tenggara secara ilmiah
memenuhi kriteria untuk ditetapkan sebagai kawasan hutan konservasi.
Penilaian ini didasarkan pada kajian Tim
Associate Program (AP)-4
ICBG terhadap hasil-hasil riset AP-1, AP-2 dan AP-3 serta kesesuaian
dengan kriteria yang ditetapkan oleh peraturan perundangan yang ada.
Associate Program (AP)-4
memiliki tugas utama meningkatkan pengetahuan dan kepedulian
masyarakat lokal untuk mendukung kelestarian keanekaragaman hayati.
“Kalau kawasan Pegunungan Mekongga ini bisa menjadi kawasan
konservasi, mungkin ini adalah kawasan konservasi pertama yang usulannya
berdasarkan hasil riset,” kata Ir. Adi Susmianto, M.Sc., Kepala Pusat
Litbang Konservasi dan Rehabilitasi (Puskonser) sekaligus
Advisory Board ICBG, pada pembukaan
Lokakarya Usulan Perubahan Fungsi Hutan Lindung Komplek Hutan Pegunungan Mekongga Menjadi Taman Nasional di Kendari, Selasa (22/01).
“Hampir semua kriteria untuk menjadi kawasan konservasi terpenuhi,
yakni kriteria fisik wilayah, biologi, ekologi, hidrologi dan sosial
ekonomi,” kata Dr. Hendra Gunawan, Peneliti Utama di Puskonser yang juga
merupakan AP-4
Leader, di Kendari, Selasa (22/01).
Lebih lanjut Dr. Hendra menyampaikan, secara akademik akan
ditambahkan kajian tentang kearifan masyarakat di sekitar Mekongga.
Tujuannya agar persepsi masyarakat dapat diakomodasi sebagai bagian dari
pola manajemen penetapan dan pengelolaan kawasan.
Sejak tahun 2011 APP-4 telah merintis komunikasi yang baik dengan
berbagai stakehlders dan membangun persepsi di tingkat lokal, kabupaten
hingga Provinsi Sulawesi Tenggara tentang pentingnya melindungi
Pegunungan Mekongga.
“Associate Program (AP)-4 ICBG telah berhasil menggalang
dukungan di tingkat lokal (kabupaten) untuk mengusulkan kawasan
Pegunungan Mekongga yang sebelumnya berstatus Hutan Lindung untuk
ditingkatkan menjadi Hutan Konservasi,“ kata Ir. Adi Susmianto,
M.Sc.Untuk itu, AP-4 telah menyiapkan draft
Naskah Akademik Usulan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Lindung Pegunungan Mekongga Menjadi Hutan Konservasi.
Dukungan lokal tersebut tergambar dari sambutan positif Pemerintah Kabupaten Kolaka dan Kabupaten Kolaka Utara pada
workshop“Masa Depan Mekongga”
di Lasusa, Kab. Kolaka Utara , 15 November 2011 lalu. Melalui workshop
yang dihadiri pejabat Pemda Kolaka dan Kolaka Utara serta para
stakeholder termasuk indigenous people, tokoh adat, LSM lokal serta guru
dan pelajar, dihasilkan kesepakatan bersama untuk mengusulkan Mekongga
menjadi kawasan konservasi. Ini menunjukkan usulan tersebut melalui
proses
bottom up, bukan
top down.
Dukungan tersebut bahkan juga diperoleh dari Pemerintah Provinsi
Sulawesi Tenggara. Lokakarya pada Selasa (22/01) di Kendari ini
merupakan program AP-4 ICBG bekerja sama dengan Pemprov. Sulawesi
Tenggara. Lokakarya ini bertujuan untuk sosialisasi dan pemantapan
dukungan serta komitmen dari berbagai
stakholders, terutama pemerintah daerah tingkat II dan provinsi, sebagai proses
bottom up pengusulan perubahan fungsi hutan lindung menjadi hutan konservasi (taman nasional).
Gubernur Sulawesi Tenggara, Ir. Nur Alam, M.Si. secara tegas
menyampaikan komitmennya tentang dukungan daerah terhadap pengusulan
perubahan fungsi kawasan tersebut. "Kalau kawasan pegunungan Mekongga
itu sudah menjadi taman nasional, maka legitimasi akan lebih kuat
ketimbang selama ini menjadi hutan lindung," kata Gubernur, pada
penutupan lokakarya tersebut.
Pemerintah daerah, menurut Gubernur, sangat menyadari mengenai
pentingnya melestarikan hutan di Pegunungan Mekongga sebagai pusat
keanekaragaman hayati Sulawesi yang kaya dan unik. Pemerintah daerah
juga memiliki keinginan yang kuat untuk berpartisipasi aktif dalam
mengamankan dan mengelola hutan lindung Mekongga jika kelak ditetapkan
menjadi taman nasional.
Pemprov Sulawesi Tenggara berencana mengusulkan kepada Menteri
Kehutanan dan memfasilitasi tim terpadu dalam rangka perubahan fungsi
tersebut. Usulan perubahan fungsi tersebut diharapkan dapat disetujui
pemerintah pusat sebelum tahun 2014 mendatang.
Terkait proses
bottom up dan partisipatif, Agus Budi Utomo,
Direktur Eksekutif Burung Indonesia, membagi pengalamannya dalam proses
pembentukan taman nasional melalui paparan mengenai
Lesson Learned
Pengelolaan Taman Nasional. Proses tersebut telah berhasil menjadikan
kawasan Manupeu Tanadaru sebagai taman nasional yang dibanggakan dan
dijaga oleh masyarakat sekitarnya.
Proses membangun partisipasi masyarakat dalam pembentukan TN. Manupeu
Tanadaru di mulai dari penetapan batas-batas kawasan hingga pada
perencanaan dan pengelolaan kawasan. Pengalaman ini dapat dijadikan
salah satu pembelajaran dalam proses pembentukan Taman Nasional Mekongga
di Sulawesi Tenggara. (DP)***